Laman

Sabtu, 15 Juni 2013

_BlAnK_AbsuRd_

Mendung dan kegelapan cakrawala hari ini bukan tanpa arti. Aku melangkah dibawah bayangan raga yang kabur. Beragam hal berkecamuk dalam kepalaku. T
ak ada arah yang jelas. Semua serba tidak pasti. Bahkan, aku merasa hidup ini begitu absurd.

Aku mulai memberanikan diri menatap langit. Walau gelap tanpa matahari, harapku semoga semua terjawab. Aku bertanya: mengapa tak Kau tampakan wajahMu hingga aku lekas mengerti dan paham. Ah, Tomas! Awan berlalu dan semuanya tetap gelap. Bayanganku mulai hilang ditelan senja yang meredupkan pandanganku. Kucoba mengukir lekuk-lekuknya, tapi sia-sia.

Terlalu naif bila kuungkapkan semua. Mengapa? Tak ada yang pasti. Tak ada petunjuk yang menguatkanku bahwa Engkau ada bersamaku. Aku berusaha hingga tetesan keringat membasahi katub jantungku. Aku berlari mencoba memberi rangsangan. Sia-sia... Awan gelap itu terlampau kuat. Bahkan, gelap malam pun merapat. Pekat, hingga akhirnya mataku buta meski terbelalak.

ah Tuhan, sekiranya Engkau mengasihi kami, biarlah semua piala ini berlalu dalam kepastian! Aku berseru padaMu sekian ribu kali, mengapa tak sejenakpun Kau palingkan wajahMu. Ataukah, Engkau sudah meninggalkan kami sendirian di sini?

Kini, kujumpai ragaku dan jiwaku merana tak tentu arah. Aku sedang memandang Engkau yang terus menjauh? Ah, sekiranya memang demikian, biarlah aku bebas memutuskan: kucari jalan lain saja! Masakan aku mengikuti suara yang semakin menghilang?

Namun, jika demikian, apakah aku lantas mendapat kepastian baru? Tidak. Di sini aku sendiri. Sendirian. Tak ada orang. Yang ada hanya awan kelam tanpa empunya. Di manakah saudara-saudariku? Mereka tidak menghilang, namun sedang bersamaku dalam kehidupan yang sama. Mereka memandang Dia yang pasti, yang menggenggam erat tangan mereka. Aku??? Aku sendirian dalam kesepian yang tak terkatakan. Aku merasa ditinggalkan oleh pemilikku.

Kejamnya dunia ini membangkitkan rasa putus asa. Aku putus asa. Mengapa semuanya absurd? mengapa ada situasi batas? mengapa ada jawaban yang misteri? mengapa aku terombang-ambing? mengapa aku sendiri? Mengapa mereka nyaman denganNya, sedang aku merana ditinggalkan?

Jika rangkaian kata ini tertangkap oleh perhatianmu, biarlah ia berlalu begitu saja. Ini hanyalah rekaman yang tertangkap oleh jari2ku atas beragam jalinan pikiran yang akhir2 ini merasuki eksistensiku...bahkan memenjarakanku.

Mungkin benar pertanyaan saudara ku yang telah 'pergi' kemarin: kapan kau berani keluar dr lingkaran itu?

Oh,,jawaban..lekaslah engkau datang_

Selasa, 30 April 2013

sebatang Filter_

ketika hujan berhenti, aroma makan malam tetangga merebak di luar jendela dan tipis-tipis menyusup ke kamarku.
Aku berdiri di ujung jendela. Kupejamkan mata, kutarik nafas dalam2...hmm...sayur asin, ditumis pake bawang putih, cabe merah, dan...sepertinya ditaburi separuh masako rasa sapi.

Kupalingkan muka, kutatap sebatang Filter di atas meja. Ingin rasanya makan, tetapi belum waktunya dan belum saatnya. Hari ini masih sore dan perutku masih full.
Kugapai cangkir kopi yang sudah mendingin di atas speaker tua. Dingin namun manis sekali. Kucecap sisanya di bibir gelas. Luwak.

Kemarin, sesaat setelah ujian, seorang sahabat menghampiriku. Ia menawarkan Sampoerna Mild. Aku menolaknya. Aku tak biasa, kataku. Padahal, aku adalah asbak alias apa saja ok. Namun, kutolak karena aku tak punya nafas lagi bak unutk bernafas saja. Satu jam di ruangan seminar 1 serasa seabad di Mars. Sejuk yang mengikis seluruh oksigen hingga hampa terasa, sesak di ujung waktu. "ok, bro. Ini ada 1000 perak. Kau kan Filter."

Sore ini, kulawan aroma makan malam tetangga dengan aroma Filterku. Kumandang adzan mengiringi isapan-isapan penuh makna. Aku duduk menatap poster Papa Franseco. Itu poster paling mantap di kamarku. Senyum mantan kardinal Boines Aires itu begitu menyejukan hati. Aku membayangkan kalau beliau menerima kedatanganku di Lateran nanti. Ah...aku malah melantur! Sementara, perlahan, asap dupa memenuhi kamarku.

Kutatap setiap lekukan asap, barangkali ada penampakan. Ternyata tidak. Mungkin aroma nikotin tidak menungkinkan hal itu. Barangkali..

Sesekali, kubiarkan asap itu keluar begitu saja dari mulut, seiring deru nafas, tanpa ada gaya akrobatik. Kulepaskan seluruh kepenatan yang menderaku sejak kemaren. Aku membiarkan semua berlalu seperti asap yang malu-malu meninggalkan kamarku. Tampaknya, mereka hanya menari2 menghiburku diujung fentilasi.

Sudah 1/2 batang kuisap. MAsih banyak beban di pikiran. Kulihat di atas meja, tak ada cadangan lagi. Kutatap bara merah diujung puntung. Membayangkan kegalauan yang terbakar perlahan, hingga habis selurunya, dan menyisakan abu yang tak berguna. Kubayangkan, bara itu menembus kepalaku bagian samping. Sedetik kemudian, darah2 yang mengadung virus kegalauan dan kegundahan yang berpotensi gila itu mengucur deras. Dan aku mati tenang, tanpa membawa beban hidup yang mesti dituntaskan saat nanti.

Ah,,1/4 lagi... Kupercepat isapan. Asapnya laksana dupa yang harum mewangi. Kulihat lampu begitu suram. Malam mulai tampak. Aku berikan nafas terakhir diujung jendela. Kutatap bulan yang cuma tampak separuh. Kepadamu bulan kutiup nafas berasap yang terakhir ini. Biar kau bawa dalam gelap malammu.

Aku lega. Kamar mandi sudah kosong, dan aku pun mandi.